Asuransi islam adalah asuransi yang dijalankan sesuai dengan syariat islam. Asuransi islam juga bisa kita sebut asuransi syariah. Asuransi islam atau asuransi syariah menurut MUI (Majelis Ulama Indonesia) merupakan usaha untuk saling tolong menolong dan melindungi diantara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ dengan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad sesuai dengan syariah islam.
Pada Asuransi Syariah atau Asuransi Islam, ada istilah Tabarru’ yang berarti sumbangan. Peserta asuransi berbagi resiko dengan peserta lain. Maka, jika peserta kemudian mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’ dari seluruh peserta asuransi.
Ada beberapa perbedaan antara Asuransi Islam dengan Asuransi Konvensional, yaitu sebagai berikut:
- Peserta merupakan pihak penanggung resiko bersama-sama dengan peserta lainnya
- Pengelola, yang merupakan perusahaan asuransi bukan pemilik dana. Perusahaan hanya sebagai pengelola saja
- Perusahaan, sebagai pengelola, dilarang menggunakan dana tersebut kecuali peserta memberikan kuasa.
Hukum Asuransi
Hukum dalam Asuransi Islam berbeda dengan yang lainnya. Hukum-hukum tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Asuransi Ta’awun
Asuransi Ta’awun diperbolehkan dalam ajaran islam. Alasannya karena asuransi ini termasuk sumbangan sukarela. Asuransi Ta’awun bertujuan agar para peserta saling bekerjasama ketika menghadapi bahaya dan ikut membantu memikul tanggung jawab ketika bencana terjadi.
Asuransi ini bebas riba’, baik riba nasi’ah maupun riba fadhal karena akadnya tidak ada unsur riba serta premi yang dikumpulkan oleh peserta tidak diinvestasikan pada lembaga yang memiliki kandungan riba di dalamnya.
Pada asuransi ini tidak ada unsur ketidakjelasan, spekulasi maupun perjudian. Hal ini karena peserta yang merupakan donatur tidak terpengaruh dengan jumlah santunan yang akan diterima.
2.Asuransi Sosial
Asuransi sosial diperbolehkan dalam Islam. Hal tersebut karena asuransi sosial ini tidak mengandung jual beli atau akad mu’wadlah melainkan kerjasama saling membantu.
Asuransi ini umumnya dilaksanakan oleh pemerintah. Peserta akan diminta untuk melakukan pembayaran yang dianggap sebagai iuran atau pajak. Iuran tersebut kemudian akan digunakan oleh kegiatan negara seperti dana pensiun dan hari tua, subsidi, penanggulangan musibah dan lain-lain. Sehingga, tidak ada unsur perjudian maupun riba pada Asuransi Sosial.
3. Asuransi Bisnis atau Niaga
Asuransi Bisnis atau Niaga sebenarnya haram hukumnya dalam islam. Hal-hal yang membuat asuransi ini haram yaitu ada 6 alasan.
Yang pertama, perjanjian pada asuransi bisnis termasuk akad perjanjian kompensasi keuangan yang memiliki sifat spekulatif. Karena itu, terkandung unsur gharar yang tampak jelas. Peserta tidak mengetahui dengan pasti jumlah uang yang akan diberikan serta yang akan ia terima. Selain itu juga perusahaan asuransi tidak bisa menentukan dengan pasti jumlah yang akan diterima maupun diberikan setiap akadnya.
Yang kedua, perjanjian pada Asuransi Bisnis termasuk kategori perjudian karena mengandung unsur spekulasi dalam pengambilan resiko dalam kompensasi uang. Selain itu juga mengandung al ghurm, merugikan salah satu pihak yang belum tentu bersalah dan tidak memiliki sebab. Selain itu juga mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa maupun dengan imbalan yang sedikit. Unsur ketidakpastian termasuk ke dalam bentuk perjudian dan itu dilarang oleh Allah SWT.
Yang ketiga, perjanjian dalam Asuransi Bisnis memiliki unsur riba nasi’ah dan riba fadhal. Jika perusahaan asuransi memberikan kompensasi kepada peserta maupun ahli warisnya melebihi dari yang peserta tersebut setorkan, maka itu termasuk dalam riba fadhal. Namun jika perusahaan memberikan uang asuransi tersebut setelah beberapa waktu, itu termasuk dalam riba nasi’ah.
Yang keempat, perjanjian dalam Asuransi Bisnis memiliki unsur rihan atau taruhan, dan itu diharamkan dalam Islam. Syariat tidak mengijinkan taruhan karena mengandung unsur penipuan, perjudian serta ketidakpastian. Taruhan diijinkan jika menguntungkan islam dan mengangkat syiarnya dengan senjata dan juga hujjah.
Yang kelima, perjanjian dalam Asuransi Bisnis tergolong dalam pengambilan harta milik orang lain tanpa memberikan imbalan. Hal ini diharamkan jika terjadi dalam perniagaan.
Yang terakhir, perjanjian dalam Asuransi Bisnis memiliki unsur mewajibkan sesuatu yang sebenarnya tidak diwajibkan oleh syara’. Disini pihak perusahaan tidak melakukan sesuatu bagi peserta. Demikianlah penjelasan mengenai Asuransi Islam.
Komentar
Posting Komentar